Total Pageviews

Friday 22 August 2014

Me vs I




Me vs I (Object vs Subject)
The majority of us feel an emptiness and incoherence in our lives, which is why we think of ourselves as blanks or squiggles instead of diamonds. We know the diamond-shaped dot was what we wanted to select but, in some way, our sense of self made us feel unworthy and so we rationalized why we selected the squiggle or the blank . It is the same way in life.
We are tacitly taught that we exist and just are the way we are. We have been taught that all people are true to their own genes, environment, and nature. We are conditioned to be objecs. We are taught to be “me” instead of “I”. when you think of yourself as “me”, you are limited. The “me” is always doesn’t act: it is acted upon by outside forces.
When you see yourself as an object, you believe how others (parents, teachers, peers, colleagues, and so on) describe you. You become that. You might want to be an artist, but others might tell you thatyou have no talent, training, or temperament. The “me” will say,”Who do you think you are? You are just an ordinary person. Get real.”

Creative = Positive think, behavior, attitude
It’s impossible ti be creative if you are negative. Most people presume that our attitudes affect our behavior and this is true. But it’s also true that our behavior determines our attitudes. You can pretend or act your way into a new attitude. We choose to be positive or to be negative.
Every time we pretend to have an attitude and go through the motions, we trigger the emotions we create and strengthen the attitude we wish to cultivate. Think, for a moment, about social occasions—Visits, dates, dinners out with friends, gatherings, birthday parties, weddings and so on. Even when we’re unhappy or depressed, these occasions force us to act as if we were happy. Observing other’s faces, postures, and voices, we unconsciously mimic their reactions. We synchronize our movements, posture, and tone of voice with theirs. Then, by mimicking happy people, we become happy.

In the end, we our own creativity is decided by what we choose to do or what we refuse to do. And as we decide and choose, so our destinies formed.

Reference:
Michael Michalko. 2006. Thinkertoys: a handbook of creative thinking technique. Berkeley: Ten Speed Press

Wednesday 13 August 2014

Menyingkap Pesona Dibalik Bahaya Kelok 44


Menjelajahi beberapa kota/ kabupaten di Sumatera Barat adalah hal baru dalam hidup saya. Baru pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Ranah Minangkabau saat bertugas untuk meliput turnamen balap sepeda, Tour de Singkarak 2014.
3
Pemandangan Danau Maninjau Dari Kelok 44 (Photo Credit: Niken)
Panorama yang disajikan oleh ranah Minangkabau sangat memanjakan mata. Sumatera Barat diberkahi oleh kekayaan alamnya mulai dari Bukit, Gunung, Danau, serta Laut. Keberlimpahan sumber daya alam di Sumatera Barat tak pelak jika Sumatera Barat dijuluki City of Gold.

Saya berkesempatan untuk melewati jalur yang banyak disebut oleh para pebalap Hell on Sumatera yaitu di Kelok 44, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Kelok dalam bahasa Indonesia memiliki arti tikungan. Kelok 44 atau dalam bahasa Minang disebut dengan Kelok Ampek Ampek, merupakan tikungan tajam yang berjumlah 44 tikungan. Pantas saja disebut  tikungan neraka oleh para pebalap sepeda, saya pun merasakan sendiri betapa menyeramkannya ketika melewati Kelok 44.




Tikungan Tajam nan Kecil
Lebar jalan pada tiap tikungan di Kelok 44 memang sangat kecil sehingga ketika melewati jalur ini para pengemudi harus sangat lihai dan berhati-hati dalam berkendara. Saat itu saya beserta rombongan mengendarai bus dan pada tiap tikungan jika berpapasan dengan kendaraan lain dari arah berlawanan, bus kami harus berhenti terlebih dahulu untuk bergantian melewati tikungan.

Bagi saya hal yang begitu menegangkan saat melintasi Kelok 44 adalah ketika harus pulang melintasi jalur tersebut pada malam hari. Apalagi cuaca saat itu hujan sehingga bus berjalan sangat perlahan ditambah dengan gelapnya penerangan di sepanjang Kelok 44. Syukur, saya beserta rombongan wartawan dalam keadaan selamat ketika harus melintasi jalur tersebut pada malam hari.

Pesona Maninjau
Hal yang begitu mengagumkan saat melintasi sepanjang Kelok 44 adalah pemandangan Danau Maninjau yang begitu luas dan sangat indah. Meski jantung selalu berdebar dan kepala mulai terasa pusing karena lintasan Kelok 44 yang begitu banyak, mata saya dimanjakan dengan panorama spektakuler dari Bumi Minang.  Danau Maninjau adalah salah satu danau vulkanik yang berada di ketinggian 461.50 km diatas permukaan laut dan memiliki luas sebesar 99.5 km2. Danau Maninjau adalah salah satu Danau terluas di Indonesia.



Puncak Lawang, Hadiah Bagi Perjuangan Melintasi Kelok 44
Kelok 44 berakhir di Puncak Lawang. Menurut saya, hadiah bagi para pebalap yang melintasi Kelok 44 juga bagi saya yaitu ketika mencapai Puncak Lawang. Hembusan angin yang sejuk serta pemandangan Danau Maninjau yang luas membentang sungguh merupakan anugrah dan kesempatan bagi saya untuk mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan melalui pemandangan di Ranah Minang tersebut. Saya berdecak kagum akan keindahan yang dimiliki Indonesia di tanah Sumatera yang dapat menjadi potensi pariwisata dan ekonomi yang bagus untuk kelajuan perekonomian bangsa.

Kelok 44 serta Danau Maninjau, salah satu “Surga Dunia” yang dimiliki Indonesia menunjukkan betapa Tuhan mencurahkan berkah dan karunia untuk negeri Zamrud Khatulistiwa ini.

Verba Volant, Scripta Manent. Jelajahi tiap sudut di dunia ini maka kita akan menemukan makna dari keberadaan diri di dunia.

Salam,

Niken Purnamasari