Menelusuri jejak ketangguhan dan keperkasaan
Sumatera Barat melalui Istano Basa Pagaruyung, membuat decak kagum saya
bertambah terhadap Minangkabau. Tak hanya kuliner dan spot pariwisata saja yang
memanjakan perut dan mata, namun juga objek sejarah yang terdapat di Sumatera
Barat mengajarkan kita untuk kembali menengok sejarah terhadap kejayaan Ranah
Minangkabau di masa lampau.
Istano Basa Pagaruyung (Photo Credit: Niken) |
Istano Basa Pagaruyung atau dalam Bahasa Indonesia
disebut dengan Istana Basa Paguruyung terletak di Kabupaten Tanah Datar,
Sumatera Barat dekat dengan Danau Singkarak yang saya kunjungi dan akan saya
posting dalam blog ini. Istana ini pernah beberapa kali mengalami kebakaran. Terakhir
kali, pada 2007 Istana ini kembali dilahap Si Jago merah meski hanya beberapa bangunan
saja yang dilahap dan mengalami pembangunan kembali.
Melihat bentuk Istano Basa Pagaruyung, bentuknya
mirip dengan rumah gadang namun dalam ukuran yang lebih besar. Istano Basa
Pagaruyung memiliki tiga tingkat dengan 11 gonjong atau puncak atap setinggi 60
meter. Atap istana terbuat dari ijuk serta dinding istana dihiasi dengan ukiran
khas Minangkabau termasuk dua rumah tabuah dan rangkiang patah sambilan.
Untuk menuju Istano Basa Pagaruyung dari
Bukittinggi, saya beserta rekan-rekan media lain yang saat itu meliput Tour de
Singkarak 2014 sekitar 45 menit. Sebelumnya, saya beserta rombongan diajak
untuk mencicipi kopi khas Tanah Datar yaitu Kopi Kiniko. Saya juga menyempatkan
membeli beberapa oleh-oleh penganan khas Tanah Datar seperti Ramuan Pinang,
Daun Murbey, tak lupa Kopi Kiniko.
Usai menyeruput secangkir Kopi Kiniko, saya tak
langsung menuju Istano Basa Pagaruyung. Rupanya, driver yang sekaligus menjadi
tour guide (hehe) mengajak kami untuk melihat Istana yang letaknya berdekatan
dengan Istano Basa Pagaruyung yaitu Istano Siinduang Bulan yang letaknya 2
kilometer dari Istano Basa Pagaruyung. Istana ini juga mengalami beberapa kali kebakaran
yaitu pada saat Perang Padri, 1961, dan 2010. Beberapa kali dilakukan renovasi
untuk memperbaiki bagian yang terbakar. Jika dibandingkan dengan Istano Basa
Pagaruyung, ukuran Istano Silinduang Bulan lebih kecil. Sesi selfie dan
ber-tongsis ria pun menjadi hal yang tak boleh dilewatkan selama perjalanan. Hihi..
Selfie time di Istano Silinduang Bulan |
Akhirnya sampai juga ditempat yang dituju. Saya dan
rekan-rekan lain dengan sigapnya langsung berpencar untuk mengambil spot foto
yang bagus. Sempat terbesit dalam pemikiran, saya ini sedang kerja atau
traveling sebenarnya?hehe..
Selfie with old style dan gaya andalan..peaaccee.. |
Saya pun penasaran ingin berkeliling Istana. Saya ingin
mencicipi perjalanan sejarah istana yang dibangun untuk kerajaan Paguruyung
tersebut.
Pagaruyung adalah nama kerajaan Minangkabau yang
pernah berkuasa di wilayah tengah Sumatera serta merupakan wilayah dengan
budaya Minangkabau yang berkembang. Berdasarkan hasil wawancara saya dengan
penduduk setempat, Istano Basa Pagaruyung bukanlah tempat tinggal untuk raja
merupakan hanya replika yang dibangun untuk menapaki jejak kekuasaan Kerajaan
Pagaruyung di masa lampau. Tempat tinggal raja yang sebenarnya ada di Istano
Silinduang Bulan yang saya kunjungi sebelumnya.
Lapar pun mulai menggentayangi saya. Ternyata teman-teman
lain juga merasakan hal yang sama. Di depan Istano, terdapat beberapa rumah
makan. Salah satu teman menganjurkan saya untuk makan nasi belut goreng. Tapi saya
lebih ingin mencicipi Tunjang khas Istano Basa Pagaruyung. Uniknya, di rumah
makan ini sayurannya menggunakan ketimun dan kacang panjang. Biasanya saat di
Jakarta, untuk sayuran memakai ketimun atau daun singkong. Nasi tunjang pesanan
saya pun ditemani oleh hangatnya teh tawar panas untuk mengisi perut sambil
menunggu para pebalap datang ke garis finis tepat di depan Istano Basa
Pagaruyung. Bon Apetite!