Total Pageviews

Monday 8 September 2014

Napak Tilas Kejayaan Minangkabau Lewat Kemegahan Istano Basa Pagaruyung

Menelusuri jejak ketangguhan dan keperkasaan Sumatera Barat melalui Istano Basa Pagaruyung, membuat decak kagum saya bertambah terhadap Minangkabau. Tak hanya kuliner dan spot pariwisata saja yang memanjakan perut dan mata, namun juga objek sejarah yang terdapat di Sumatera Barat mengajarkan kita untuk kembali menengok sejarah terhadap kejayaan Ranah Minangkabau di masa lampau.
Istano Basa Pagaruyung (Photo Credit: Niken)
Istano Basa Pagaruyung atau dalam Bahasa Indonesia disebut dengan Istana Basa Paguruyung terletak di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat dekat dengan Danau Singkarak yang saya kunjungi dan akan saya posting dalam blog ini. Istana ini pernah beberapa kali mengalami kebakaran. Terakhir kali, pada 2007 Istana ini kembali dilahap Si Jago merah meski hanya beberapa bangunan saja yang dilahap dan mengalami pembangunan kembali. 

Melihat bentuk Istano Basa Pagaruyung, bentuknya mirip dengan rumah gadang namun dalam ukuran yang lebih besar. Istano Basa Pagaruyung memiliki tiga tingkat dengan 11 gonjong atau puncak atap setinggi 60 meter. Atap istana terbuat dari ijuk serta dinding istana dihiasi dengan ukiran khas Minangkabau termasuk dua rumah tabuah dan rangkiang patah sambilan.

Untuk menuju Istano Basa Pagaruyung dari Bukittinggi, saya beserta rekan-rekan media lain yang saat itu meliput Tour de Singkarak 2014 sekitar 45 menit. Sebelumnya, saya beserta rombongan diajak untuk mencicipi kopi khas Tanah Datar yaitu Kopi Kiniko. Saya juga menyempatkan membeli beberapa oleh-oleh penganan khas Tanah Datar seperti Ramuan Pinang, Daun Murbey, tak lupa Kopi Kiniko.

Usai menyeruput secangkir Kopi Kiniko, saya tak langsung menuju Istano Basa Pagaruyung. Rupanya, driver yang sekaligus menjadi tour guide (hehe) mengajak kami untuk melihat Istana yang letaknya berdekatan dengan Istano Basa Pagaruyung yaitu Istano Siinduang Bulan yang letaknya 2 kilometer dari Istano Basa Pagaruyung. Istana ini juga mengalami beberapa kali kebakaran yaitu pada saat Perang Padri, 1961, dan 2010. Beberapa kali dilakukan renovasi untuk memperbaiki bagian yang terbakar. Jika dibandingkan dengan Istano Basa Pagaruyung, ukuran Istano Silinduang Bulan lebih kecil. Sesi selfie dan ber-tongsis ria pun menjadi hal yang tak boleh dilewatkan selama perjalanan. Hihi..

Selfie time di Istano Silinduang Bulan




 
The miracle of Tongsis..hehe..Ini masih di Istano Silinduang Bulan

 Akhirnya sampai juga ditempat yang dituju. Saya dan rekan-rekan lain dengan sigapnya langsung berpencar untuk mengambil spot foto yang bagus. Sempat terbesit dalam pemikiran, saya ini sedang kerja atau traveling sebenarnya?hehe..

Selfie with old style dan gaya andalan..peaaccee..

Saya pun penasaran ingin berkeliling Istana. Saya ingin mencicipi perjalanan sejarah istana yang dibangun untuk kerajaan Paguruyung tersebut.

Pagaruyung adalah nama kerajaan Minangkabau yang pernah berkuasa di wilayah tengah Sumatera serta merupakan wilayah dengan budaya Minangkabau yang berkembang. Berdasarkan hasil wawancara saya dengan penduduk setempat, Istano Basa Pagaruyung bukanlah tempat tinggal untuk raja merupakan hanya replika yang dibangun untuk menapaki jejak kekuasaan Kerajaan Pagaruyung di masa lampau. Tempat tinggal raja yang sebenarnya ada di Istano Silinduang Bulan yang saya kunjungi sebelumnya.
 
Selfie di salah satu sudut Istano Basa Pagaruyung
Lapar pun mulai menggentayangi saya. Ternyata teman-teman lain juga merasakan hal yang sama. Di depan Istano, terdapat beberapa rumah makan. Salah satu teman menganjurkan saya untuk makan nasi belut goreng. Tapi saya lebih ingin mencicipi Tunjang khas Istano Basa Pagaruyung. Uniknya, di rumah makan ini sayurannya menggunakan ketimun dan kacang panjang. Biasanya saat di Jakarta, untuk sayuran memakai ketimun atau daun singkong. Nasi tunjang pesanan saya pun ditemani oleh hangatnya teh tawar panas untuk mengisi perut sambil menunggu para pebalap datang ke garis finis tepat di depan Istano Basa Pagaruyung. Bon Apetite!

Friday 22 August 2014

Me vs I




Me vs I (Object vs Subject)
The majority of us feel an emptiness and incoherence in our lives, which is why we think of ourselves as blanks or squiggles instead of diamonds. We know the diamond-shaped dot was what we wanted to select but, in some way, our sense of self made us feel unworthy and so we rationalized why we selected the squiggle or the blank . It is the same way in life.
We are tacitly taught that we exist and just are the way we are. We have been taught that all people are true to their own genes, environment, and nature. We are conditioned to be objecs. We are taught to be “me” instead of “I”. when you think of yourself as “me”, you are limited. The “me” is always doesn’t act: it is acted upon by outside forces.
When you see yourself as an object, you believe how others (parents, teachers, peers, colleagues, and so on) describe you. You become that. You might want to be an artist, but others might tell you thatyou have no talent, training, or temperament. The “me” will say,”Who do you think you are? You are just an ordinary person. Get real.”

Creative = Positive think, behavior, attitude
It’s impossible ti be creative if you are negative. Most people presume that our attitudes affect our behavior and this is true. But it’s also true that our behavior determines our attitudes. You can pretend or act your way into a new attitude. We choose to be positive or to be negative.
Every time we pretend to have an attitude and go through the motions, we trigger the emotions we create and strengthen the attitude we wish to cultivate. Think, for a moment, about social occasions—Visits, dates, dinners out with friends, gatherings, birthday parties, weddings and so on. Even when we’re unhappy or depressed, these occasions force us to act as if we were happy. Observing other’s faces, postures, and voices, we unconsciously mimic their reactions. We synchronize our movements, posture, and tone of voice with theirs. Then, by mimicking happy people, we become happy.

In the end, we our own creativity is decided by what we choose to do or what we refuse to do. And as we decide and choose, so our destinies formed.

Reference:
Michael Michalko. 2006. Thinkertoys: a handbook of creative thinking technique. Berkeley: Ten Speed Press

Wednesday 13 August 2014

Menyingkap Pesona Dibalik Bahaya Kelok 44


Menjelajahi beberapa kota/ kabupaten di Sumatera Barat adalah hal baru dalam hidup saya. Baru pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Ranah Minangkabau saat bertugas untuk meliput turnamen balap sepeda, Tour de Singkarak 2014.
3
Pemandangan Danau Maninjau Dari Kelok 44 (Photo Credit: Niken)
Panorama yang disajikan oleh ranah Minangkabau sangat memanjakan mata. Sumatera Barat diberkahi oleh kekayaan alamnya mulai dari Bukit, Gunung, Danau, serta Laut. Keberlimpahan sumber daya alam di Sumatera Barat tak pelak jika Sumatera Barat dijuluki City of Gold.

Saya berkesempatan untuk melewati jalur yang banyak disebut oleh para pebalap Hell on Sumatera yaitu di Kelok 44, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Kelok dalam bahasa Indonesia memiliki arti tikungan. Kelok 44 atau dalam bahasa Minang disebut dengan Kelok Ampek Ampek, merupakan tikungan tajam yang berjumlah 44 tikungan. Pantas saja disebut  tikungan neraka oleh para pebalap sepeda, saya pun merasakan sendiri betapa menyeramkannya ketika melewati Kelok 44.




Tikungan Tajam nan Kecil
Lebar jalan pada tiap tikungan di Kelok 44 memang sangat kecil sehingga ketika melewati jalur ini para pengemudi harus sangat lihai dan berhati-hati dalam berkendara. Saat itu saya beserta rombongan mengendarai bus dan pada tiap tikungan jika berpapasan dengan kendaraan lain dari arah berlawanan, bus kami harus berhenti terlebih dahulu untuk bergantian melewati tikungan.

Bagi saya hal yang begitu menegangkan saat melintasi Kelok 44 adalah ketika harus pulang melintasi jalur tersebut pada malam hari. Apalagi cuaca saat itu hujan sehingga bus berjalan sangat perlahan ditambah dengan gelapnya penerangan di sepanjang Kelok 44. Syukur, saya beserta rombongan wartawan dalam keadaan selamat ketika harus melintasi jalur tersebut pada malam hari.

Pesona Maninjau
Hal yang begitu mengagumkan saat melintasi sepanjang Kelok 44 adalah pemandangan Danau Maninjau yang begitu luas dan sangat indah. Meski jantung selalu berdebar dan kepala mulai terasa pusing karena lintasan Kelok 44 yang begitu banyak, mata saya dimanjakan dengan panorama spektakuler dari Bumi Minang.  Danau Maninjau adalah salah satu danau vulkanik yang berada di ketinggian 461.50 km diatas permukaan laut dan memiliki luas sebesar 99.5 km2. Danau Maninjau adalah salah satu Danau terluas di Indonesia.



Puncak Lawang, Hadiah Bagi Perjuangan Melintasi Kelok 44
Kelok 44 berakhir di Puncak Lawang. Menurut saya, hadiah bagi para pebalap yang melintasi Kelok 44 juga bagi saya yaitu ketika mencapai Puncak Lawang. Hembusan angin yang sejuk serta pemandangan Danau Maninjau yang luas membentang sungguh merupakan anugrah dan kesempatan bagi saya untuk mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan melalui pemandangan di Ranah Minang tersebut. Saya berdecak kagum akan keindahan yang dimiliki Indonesia di tanah Sumatera yang dapat menjadi potensi pariwisata dan ekonomi yang bagus untuk kelajuan perekonomian bangsa.

Kelok 44 serta Danau Maninjau, salah satu “Surga Dunia” yang dimiliki Indonesia menunjukkan betapa Tuhan mencurahkan berkah dan karunia untuk negeri Zamrud Khatulistiwa ini.

Verba Volant, Scripta Manent. Jelajahi tiap sudut di dunia ini maka kita akan menemukan makna dari keberadaan diri di dunia.

Salam,

Niken Purnamasari

Friday 25 July 2014

Stay Hungry, Stay Foolish









Steve Jobs. Sosok "creative thinker" yang satu ini telah merebut perhatian saya selama beberapa tahun. Saya sangat terkesima melihat beberapa pemikiran Jobs yang di luar dari tradisi pemikiran banyak orang. Meski sudah almarhum, ia meninggalkan warisan yang begitu sangat fundamental untuk saya dan untuk orang banyak.


Awalnya banyak orang yang menertawakan ide "gila" seorang Steve Jobs. Padahal Jobs hanya mencoba mengemukakan ide visioner yang kelak pada suatu hari membungkam sinisme kebanyakan orang.

Salah satu hal dari Jobs yang menarik dan bermakna untuk saya ketika ia menyampaikan Speech Commencement di Stanford University.

Secara efektif kurang dari 15 menit, pidato Jobs memiliki makna dan nilai yang mendalam bagi para lulusan Stanford dan jutaan umat manusia yang menyaksikan pidato tersebut melalui YouTube. Jobs membagi tiga bagian dalam pidatonya yaitu tentang Connecting The Dots, Love and Lost, dan yang terakhir adalah tentang Kematian (Death).

Connecting The Dots.

Pada bagian ini, Jobs bercerita tentang awal kehidupan hingga ia mendirikan Apple dan Pixar, dua perusahaan besar yang memiliki sejarah menarik untuk dicerna. Jobs bercerita bagaimana seorang yang "Drop Out" dari bangku sekolah mencoba untuk menata kembali jalan yang ia pilih sesuai dengan intuisi hati.

Jobs tertarik pada materi Kaligrafi saat mengenyam pendidikan di Reeds School. Baginya, materi tersebut memiliki artistik dan sejarah yang menarik. Beruntung Jobs mengambil materi tersebut karena hal itulah yang menjadi dasar dalam pembuatan Macintosh.


Dalam bagian Connecting The Dots, Jobs mengajak kita untuk sejenak melihat kembali kejadian yang kita alami dalam kehidupan ini. Jobs mengajak kita menghubungkan segala kegagalan dan kesedihan yang kita alami agar dapat memahami hikmah yang dapat kita ambil serta mensyukuri bahwa betapa sebenarnya Tuhan Sang Maha Pencipta telah merencanakan semua yang terbaik untuk hamba-Nya. It called "Looking Backward".

Jobs juga menekankan agar kita mengikuti intuisi dan kata hati yang disebut dengan Passion. Jangan berhenti dan menyerah untuk mengetahui Passion kita dalam kehidupan ini. Jangan biarkan diri kita menjalani mimpi orang lain.


Love and Lost.


Dalam bagian kedua, Jobs berbicara tentang Love and Lost. Menemukan kebermaknaan dan cinta usai mengalami kehilangan atau kekalahan. Seringkali kita "menggugat" Tuhan ketika dihadapi suatu ujian dan cobaan. Padahal Tuhan sedang memberi kita nikmat. Nikmat untuk dapat belajar dari setiap proses ke proses menuju kemenangan hakiki yang dapat kita syukuri.

Jobs "dipecat" dari perusahaan yang ia bangun dengan keringat sendiri, Apple oleh rekan kerjanya. Ia merasa marah, kesal, dan tidak tahu apa yang harus ia kerjakan. Beruntung, ia memiliki Passion dan tahu apa yang ia sukai. Ia mulai melakukan Connecting The Dots. Me review kembali apa yang terjadi selama ia mendirikan Apple. Berusaha menjadi orang yang lahir kembali usai didepak dari perusahaannya sendiri. Jobs bersyukur dengan keluarnya ia dari Apple bahwa ia akhirnya dapat memiliki waktu untuk dirinya. Ia menikah dengan wanita yang dicintainya. Mungkin saja hal tersebut tidak terjadi jika Jobs tidak keluar dari Apple.

Ia juga mendirikan perusahaan lainnya seperti Pixar dan neXT. Banyak ide baru bermunculan dan semakin agresif saat Jobs dikeluarkan dari Apple. Akhirnya saat saham Apple semakin menurun, Jobs kembali ke perusahaan yang ia dirikan mulai dari garasi rumah tersebut.

Dari bagian ini,  Jobs mengantarkan kita kepada suatu titik untuk memahami bahwa kehilangan atau kekalahan bukanlah akhir dari segalanya. Justru disitu adalah proses untuk kita lahir kembali menjadi pribadi yang lebih baru. Kehilangan atau kekalahan mengajarkan kita untuk Looking Backward. Melihat kembali kesalahan apa saja yang pernah kita lakukan, siapa saja yang kita sakiti, dan apa yang perlu kita perbaiki. Terkadang memang kita perlu untuk "berhenti" sejenak dari apa yang tengah kita lakukan saat ini.

Death.

Bagian terakhir dari pidato Steve Jobs menurut saya adalah yang paling esensial, yaitu tentang Kematian. Dalam suatu hadits di agama Islam, dikatakan bahwa "Bekerjalah seolah kamu besok akan terus hidup dan beribadah lah seolah kamu besok akan mati." 
Steve Jobs memiliki pemikiran yang menurut saya dilandasi dari hadits tersebut. Ia didiagnosis memiliki tumor pankreas dan harus menjalani operasi. Dalam kondisi tersebut, Jobs memutuskan untuk tidak menyerah pada penyakit. Justru ia semakin "gila" dengan ide-ide baru untuk produk inovatif Apple. Ia bertingkah demikian karena kematian akan menjemput ia kapan saja usai didiagnosis menderita tumor pankreas. Banyak waktu yang ia habiskan bersama keluarga dan sahabat.

Dalam bagian ini, kalimat menarik yang saya kutip dari Steve Jobs adalah "Death is the best invention of Life." Tujuan kita hidup di dunia ini adalah untuk mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk kita bawa ke kehidupan abadi kita usai kematian kelak.

Berpikir tentang mati, tidak menjadikan kita sebagai manusia yang lemah dan tak berdaya. Berpikir tentang mati justru menjadikan kita sebagai pribadi yang akan terus berbuat lebih baik setiap detik, menit, jam, dan setiap waktu.


Penutup dalam Commencement Speech Steve Jobs, ia mengatakan,"Stay Hungry, Stay Foolish" yang bermakna tetaplah kita jangan berpuas diri. Tetaplah kita "lapar" dan merasa "bodoh" agar kita selalu berusaha untuk menimba ilmu dan amal dalam kehidupan ini.



Stay Hungry, Stay Foolish.



Niken Purnamasari, a woman who inspired of Steve Jobs ideas and ways.

Sunday 22 June 2014

Raining Grand Opening

Baru aja tidur sekitar 2-3 jam, dapat wake up call dari pihak panitia.


"Masih tidur ya? Kita udah di bus nih mau jalan. Tinggal nunggu lo dan room mate lo," ujar salah satu panitia membangunkan saya.

Jlebbbbbb..baru mimpi indah dan tidur rasanya nyenyak banget karena harus flight pagi, saya harus langsung pergi ke lokasi Grand Opening Tour de Singkarak 2014 di Pantai Tiram, Pariaman.


Saat nerima telepon dari panitia, mata masih 5 watt tapi langsung mengarah ke TV cable yang sengaja saya nyalakan saat tiba di kamar. And u know what? That's TV cable lagi menayangkan The Amazing Spider-Man langsung mata saya mengarah ke Andrew Garfield. Yes!! Andrew..gosh!

Oke..skip skip..


What a shamed..saya dan room mate adalah orang yang paling telat masuk bus..maluuuu..ternyata yang lain udah pada standby di bus.


Okelah akhirnya saya and room mate buru-buru masuk bus dan pura-pura tidur.


Sepanjang perjalanan, saya celingak celinguk ke jendela. Baru 7 jam sampai di Ranah Minang dan excited melihat panoramanya. Sayang, menjelang maghrib perjalanan ke Pariaman, hujan...hiks...


Sebenarnya sempat agak bingung dan ragu pas dikasih rundown dari panitia tentang Grand Opening di Pantai, malam hari pulak! Ya ga kelihatan atuh itu keindahan pantainya.

Daaaaan...benar aja..

Setelah sampai di Pantai Tiram, Pariaman, acara ga karuan..saya ga ngeliat pantai atau laut. Cuma bisa merasakan pasir yang masuk di sandal. Gerimis juga mewarnai sepanjang Grand Opening. Saya dan Shintya (nama room mate saya) sempat bingung di tempat Grand Opening. Sejangkauan penglihatan saya hanya melihat tenda kaya orang nikahan dengan adat Minang.

Dan ternyata, Bu menteri Kemenparekraf, Mari Elka Pangestu makan-makan bersama pejabat lainnya di tenda itu. Saya cuma bisa cekikikan sama Shintya karena atmosfir di dalam tenda itu benar-benar kaya orang nikahan..:)))


Suasana di luar tambah ga karuan. Banyak masyarakat sekitar yang ingin melihat Grand Opening turnamen balap sepeda yang diadakan setiap tahun itu. Apalagi, Grand Opening juga bakal dimeriahkan oleh Nidji. Tambah sesak :(


Okelah saya, Shintya dan rekan-rekan media lain harus hujan-hujanan untuk liputan Grand Opening TdS.. Well, lumayanlah dihibur sama Nidji, fireworks, dan hiburan dari adat Minangkabau.


Penampilan Nidji di Grand Opening Tour de Singkarak 2014, Pantai Tiram-Pariaman





Fireworks menutup rangkaian Grand Opening TdS 2014..


Akhirnya balik juga ke hotel dan bisa bersih-bersih..banyak juga pasir pantai yang nyangkut di sandal.hehe

And time to works. Saatnya untuk mengetik berita untuk report ke kantor tentang pembukaan TdS tadi. Berharap bakal ditemenin Andrew Garfield lewat HBO, apa daya yang ditayangin justru film horor :(


Ciao!!


To be continued..


Hello Minangkabau !

There is no word "LATE" for me :p..Ya, mungkin ini late post banget ya..hihi


Saya terpilih menjadi salah satu dari sekian media yang akan meliput turnamen balap sepeda internasional, Tour de Singkarak 2014 yang diadakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia. What a chance!!


When I got the invitation, antara senang dan agak takut. This tournament will be head for 10 days in 18 regencies/ cities at West Sumatera. Senang karena ini kesempatan saya untuk liputan (sekaligus jalan-jalan) ke daerah-daerah yang memanjakan mata dan perut di Sumatera Barat (hehehe). Takut, apa saya bisa survive selama 10 hari untuk moving setiap harinya dan bikin berita yang bagus dan menarik untuk kantor.

Well, akhirnya I took the challenge!


Setelah mengurusi beberapa dokumen yang harus dipenuhi, akhirnya pada 6 Juni 2014 saya berangkat bersama reporter, fotografer, dan kameramen dari media lain. Keberangkatan menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 160 dan keberangkatan pukul 06.20 from Soekarno Hatta International Airport - Cengkareng.


Then, let's fly....


Tibalah saya di Bandara International Minangkabau, Padang, Sumatera Barat pukul 08.30 WIB. What a fresh air! Begitu keluar bandara langsung disambut dengan panorama pegunungan. Meski udara panas, tapi memanjakan selama mata memandang.



Begitu keluar dari Minangkabau Airport, ga perlu khawatir disambut traffic jam kaya di Jakarta. Setelah 40 menit perjalanan dari bandara, tibalah saya bersama rombongan media di Hotel Ibis, Padang.


Then, we arrived at the hotel and got the key room....


 Hal pertama yang saya lakukan langsung lompat ke kasur dan tidur. Hahaha ha..flight pagi memang seringkali membuat capek dan bawaannya ingin tidur terus :p


Well, that's a part of story kedatangan saya pertama kali di Ranah Minang..


To be continued.....




Niken